“Hari demi hari, selalu aku tunggu
beberapa lantunan sajak Tuhan yang membuatku tetap memiliki apa yang seharusnya
tak kumiliki. Dibawah lembayung senja yang memikat, aku menaruh senyum di
penghujung hari tentang semua kelakar-kelakar hidup yang menyedihkan ini.”
Suatu hari aku memikirkan sesuatu
tentang potensi kita sebagai subjek utama di muka bumi ini. Berhubungan dengan
takdir yang sudah kita imani dan gejolaknya tak bisa kita tebak dan kita
rasakan. Kita adalah bani adam yang terkata sempurna untuk semua makhluk tapi
bukankah terlalu naïf jika kita mengatakan bahwa diri kita sendiri adalah
makhluk yang sempurna? Kita hanyalah penganut takdir yang inti dari hidup kita
sendiri akan hampa tanpa sebuah tekad dan tujuan. Tanpa tekad dan tujuan
mungkin kita akan menjadi penyembah takdir dan segala yang sudah di tuliskan
oleh-Nya.
Ya, aku cuma seorang yang menyebut
diriku seorang Penulis yang hakikatnya semua yang kutulis adalah hal yang bisa
kusebut hal yang produktif. Setiap hari aku tetap belajar untuk menulis biar
itu dengan bulpen atau dengan jemari lentik menari diatas sebuah keyboard, aku
menulis baik itu prosa maupun puisi yang kutulis dengan tekad dan suasana
hatiku. Suatu hari gelombang pikiran dari otakku pernah memikirkan bahwa
menulis itu pantas disebut sebagai pekerjaan, namun bukan pekerjaan yang
hasilnya berujung pada rupiah-rupiah itu. Aku bukan pribadi pemikir seperti
mereka yang menekuni sains, aku belajar yang semoga juga pada porsinya. Aku
juga bukan anak yang dilahirkan dengan karunia kepintaran aku cuma orang biasa
yang harapan dan cita-citaku bukan sukses tapi bisa membahagiakan dan
menghidupi senyum-senyum orang lain. Begitu juga aku yakin diluar sana akan
lebih banyak orang yang menyebut atau disebut Pembaca yang menikmati
karya-karya tulisan setiap insan Penulis dari berbagi latar belakang.
Takdir adalah ketetapan-ketetapan
Tuhan yang sudah tetap namun berbagai pemikiran manusia mengatakan takdir bisa
dirubah dengan usaha bukan? Takdir adalah aksara nasib kita sebuah tulisan yang
sudah diperuntukkan bagi kita yang paling indah juga paling adil menurut Sang
Maha Sutradara.
Aku sendiri hanya seorang pemulung
nasib dan lebih banyak menyerahkan nasibku pada yang Maha Kuasa. Aku berpikir
bahwa Tuhan telah memberi kita kemampuan yang sepantasnya untuk menjalani
terjalnya hidup dan kerasnya takdir-takdirNya yang tiap-tiap dari hurufnya
adalah sebuah teka-teki dariNya.
Sekali lagi aku adalah seorang yang
menyebut diriku Penulis entah pantas atau tidak menurutku bukan manusia sebagai
individu yang menyebut diri mereka sempurna yang menilai tapi Tuhan lah yang
pantas menilai kepantasan predikat seseorang.
Aku hanyalah seorang Penulis takdir!
Ya, takdirku akan kutulis dengan goresan tekad dan huruf-huruf yang kuhasilkan
dari hatiku. Aku akan menentukan bagaimana takdirku, begitu juga bagaimana
nasibku sebagai pemulung nasib aku akan belajar bagaimana memilah sampah-sampah
untaian Tuhan dan akan kutulis dengan aksara-aksara tekadku. Aku tak ingin jadi
orang yang terbelenggu aku lah yang merasa bahwa nasibku tergantung olehku dan
aku juga yang merasa bahwa dunia ini pantas kutulis dengan tulisanku. Aku
pantas menentukan bagaimana harusnya duniaku bukan hanya sebagai pengikut
takdir bak kerbau dicucuk hidung yang hanya bisa pasrah oleh
ketentuan-ketentuanNya tanpa mengusahakan nasib yang lebih baik.
Diluar sana mungkin juga lebih
banyak seorang Pembaca takdir, mereka adalah pembaca-pembaca setia nasib mereka
sendiri. Lebih memilih mendayung searus daripada melawan arus adalah sesuatu
yang menurut mereka lebih baik. Lebih mencintai apa yang orang katakan itu baik
adalah pilihan utama daripada melakukan apa yang menurutnya lebih baik.
Merekalah Pembaca takdir yang menatap ketetapan Tuhan dengan diam dan
tersenyum. Tersenyum meski terasa pahit dan pedih sampai-sampai mereka sadar
bahwa senyum adalah kelakar hidup yang paling menyedihkan. Pembaca akan selalu
menelaah apa yang telah tertulis dari seorang Penulis, Pembaca pula akan selalu
menjadi orang yang hanya mengikuti angin, kemana seharusnya dia terbang tanpa
berusaha mencari nasib yang lebih baik.
Penulis akan selalu bisa membaca apa
yang belum mereka baca, namun Pembaca tak selalu bisa menulis apa yang belum
tertulis.
Kawan, mari jadi para penulis takdir kita
sendiri bukan para pembaca takdir saja yang lebih banyak mengikuti arus dan
berakhir hanyut.
Kawan, mari jadi pribadi yang gemar menyuarakan apa yang kita senangi karena
kesenangan kita bukan mengikuti apa kata orang namun tak pernah terdapat sebuah
kesenangan di relung hati kita sendiri.
Semoga kita senantiasa menumbuhkan
senyum untuk sesama.
haha seperti itulah. aku pun terobsesi sebagai pembaca jalanan yang menuliskan ceracau di setiap perjalanan. ceracau soal dunia, untuk mengerti tentunya.
BalasHapussering-sering gus... gak harus tulisan seng sekali duduk saja, atau tulisan saat ada momen, ceracauan gak penting pun bisa. tujuan e gawe ngeluwes no bahasa karo membuat kebiasaan. aku yo sek belajar istiqomah seminggu upload satu sampai dua tulisan, tapi urong iso hehe....
Semoga mas ya, selalu berkembang hehe. Sukses mas.
HapusIng ngarsa sung tuladha
BalasHapusCukup tersenyum mas. Sudah menjadi impian saya melihat anda semua tersnyum di gubuk kecil tulisan-tulisan ini.
HapusIng ngarsa sung tuladha
BalasHapusNice gus, coba pake EYD gus biar lebih bisa dipahami . hehehehehe
BalasHapusMasih belajar mas. Ya kedepan doakan lebih baik.
Hapus